Karena Dia Benar-benar Mahal

Dari arah selatan bukit belakang rumah, arakan awan mendung terlihat sudah mulai menggelayuti langit. Senja yang tadinya tersenyum girangpun seketika menghilang pergi bak ditelan langit lazuardi. Sekelompok burung yang masih melintas di cakrawala, tampak mulai turun beraturan untuk bertengger di tempat-tempat yang nyaman. Selang beberapa menit, sang penguasa malampun mulai menampaki diri kepada sebagian penduduk bumi. Tiupan angin yang saling berkejar-kejaran, suara jangkrik yang berderik lantang, cukup menambah semaraknya suasana malam ini kendatipun sang bulan tidak kelihatan karena tengah tersesat di balik awan.

Mbak Binar dan Skizofrenia

Suara bibi semakin lama semakin pelan saja. Nyaris tak terdengar. Kata-katanya tersekat ditenggorokan. Seperti ada sesak yang mengganjal rongga dadanya. Bulir-bulir bening terlihat kembali berjatuhan. Mengalir deras, bak arus sungai yang tak terbendung. Kerudung bibi yang bermotifkan mawar-mawar merah itupun mulai basah kuyup. Tidak ada hal lain yang bisa aku perbuat selain tetap setia untuk menemani bibi. Mendengar rintihan hatinya yang semakin mendera. Mendengar isak tangisnya yang semakin larut dalam duka.